Kota Yogyakarta selain identik dengan
gudegnya, tentunya juga tak bisa dipisahkan dengan keraton ngaYogyakarta yang dikenal
secara umum oleh masyarakat dengan nama keraton Yogyakarta dimana bangunan ini
sebagai salah satu kerajaan Nusantara yang masih bertahan hingga kini. Dilansir
dari sumber wikipedia, Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan
Yogyakarta sampai tahun 1950 ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia
menjadikan Kesultanan Yogyakarta (bersama-sama Kadipaten Paku Alaman) sebagai
sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk
istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram Kartasura dan Surakarta, yang
akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan
sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum
menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan
Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten
Sleman.
Keraton
ngaYogyakarta memiliki tujuh komplek inti yaitu Hinggil Ler (Balairung Utara),
Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan,
Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung
Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik
yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain,
Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku
adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu
pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.